BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan
(financial intermediary), yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari
masyarakat, di harapkan dengan dana di maksud dapat memenuhi kebutuhan dana perkreditan
yang tidak di sediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta dan Negara). Indonesia
sebagai Negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, telah lama
mendambakan kehadiran system lembaga keuangan yang sesuai tuntutan kebutuhan
tidak sebatas financial namun juga tuntutan moralitasnya. Sistem bank mana yang di maksud adalah perbankan yang terbebas dari praktik bunga (free interest
banking). Sistem bank bebas bunga atau di sebut pula bank islam atau bank
syari’ah, memang tidak khusus di peruntukkan untuk sekelompok orang, namun sesuai
landasan islam yang “Rahmatan lil ‘alamin”, didirikan guna melayani masyarakat banyak tanpa
membedakan keyakinan yang di anut.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian, tujuan dan fungsi perkreditan?
2. Apa saja kegiatan Usaha dan Larangan Dalam BPRS?
3. Apa saja jenis-jenis produk BPRS?
4. Apa saja akad-akad dalam BPRS?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memberikan gambaran pengertian dan tujuan dari perkreditan.
2. Memberikan penjelasan tentang kegiatan usaha dan larangan dalam BPRS.
3. Memberikan penjelasan tentang jenis-jenis produk dalam BPRS.
4. Memberikan penjelasan tentang akad-akad dalam BPRS.
1. Apa pengertian, tujuan dan fungsi perkreditan?
2. Apa saja kegiatan Usaha dan Larangan Dalam BPRS?
3. Apa saja jenis-jenis produk BPRS?
4. Apa saja akad-akad dalam BPRS?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memberikan gambaran pengertian dan tujuan dari perkreditan.
2. Memberikan penjelasan tentang kegiatan usaha dan larangan dalam BPRS.
3. Memberikan penjelasan tentang jenis-jenis produk dalam BPRS.
4. Memberikan penjelasan tentang akad-akad dalam BPRS.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, Sejarah perkembangan dan Tujuan pendirian BPRS.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, Sejarah perkembangan dan Tujuan pendirian BPRS.
1. PENGERTIAN BPRS
Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah,
yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah
islam.
BPRS
berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPR
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur
menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam
hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan
sebagaimana BPR konvensional yang operasinya
menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.
2. SEJARAH
PERKEMBANGAN
Istilah Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada
akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya sebagai Bank pembina
lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan bank-bank sejenis
lainnya. Pada masa
pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama Bank
Perkreditan Rakyat (BPR).
Menurut
Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU. No. 14 tahun 1967
yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank
lainnya.
Status
hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam fakta tanggal 27
Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan
perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga
keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung
Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD),
Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya
yang dapat disamakan dengan itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992
tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut status
hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan.
Dalam perkembangan
selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak dengan menggunakan
prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta diberi nama
BPR Syariah. BPR Syariah
yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, kec.
Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung dan
PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990,
ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan
RI dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Agustus 1991.
Selain itu, latar belakang
didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif dalam rangka
restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket
kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.
Secara
khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku bunga
(rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem
perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail
banking (rural bank).
Perkembangan
bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat 81 BPRS.
BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang berada di Indonesia.
3. TUJUAN
PENDIRIAN BPRS
Terdapat
beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber
hanya menyebutkan butir-butirnya saja [1]yakni :
“Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat
ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang
berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan
tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.”
Kehadiran BPRS bisa
menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha masyarakat golongan
ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahtertaan mereka.
- Menambah lapangan kerja
terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan kesempatan kerja
bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan
maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di
kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap
disektor perbankan. Selain itu, perkreditan-perkreditan yang disalurkan BPRS
bagi masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka
pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya
urbanisasi.
- Membina ukhuwah Islamiyah
melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita
menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS
ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan
pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan
antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan
Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang
dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa
meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi
akan pula meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional.
Djazuli dan
Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan[2],
yaitu:
1.
Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam,
terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumya berada di daerah
pedesaan.
- Meningkatkan pendapatan per
kapita
- Menambah lapangan kerja
terutama di tingkat kecamatan.
- Mengurangi urbanisasi.
- Membina semangat Ukhuwah
Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.
Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi perkreditan.
2.2 Kegiatan Usaha, Larangan, dan produk Dalam Bank perkreditan Rakyat Syari’ah.
1. KEGIATAN USAHA
Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank
umum syariah. Namun demikian,
sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan
usaha-usaha sebagai berikut:
- Menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- Memberikan kredit.
- Menyediakan perkreditan dan
penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
- Menempatkan dananya dalam
bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito,
dan atau tabungan pada bank lain.
2.
KEGIATAN YANG DILARANG (Berdasarkan pasal 14 UU
No.17 tahun 1992)
- Menerima simpanan dalam bentuk
giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
- Melakukan kegiatan usaha dalam
bentuk valuta asing
- Melakukan penyertaan modal
- Melakukan usaha perasuransian
- Melakukan usaha lain di luar
kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha yang boleh
dilakukan oleh BPRS
3.
PRODUK-PRODUK BPR SYARIAH
Produk-produk
yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar adalah :
a. Mobilisasi
Dana Masyarakat
Bank akan
mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima simpanan wadi’ah,
adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat digunakan
untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji (ONH), dll.
-
Simpanan amanah
Bank menerima
titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akan penerimaan titipan
ini adalah wadi’ah yakni titipan yang tidak menanggung resiko. Bank akan
memberikan kadar profit dari bagi hasil yang didapat melalui perkreditan kepada
nasabah.
-
Tabungan wadi’ah
Bank menerima
tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas. Akad
penerimaan yang digunakan sama yakni wadi’ah. Bank akan memberikan kadar
profit kepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap bulan.
-
Deposito wadi’ah / deposito mudharabah
Bank menerima
deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad penerimaannya wadi’ah atau
mudharabah, dimana bank menerima dana yang digunakan sebagai penyertaan
sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst. Deposan yang
menggunakan akad wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil keuntungan lebih
kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam perkreditan nasabah
setiap bulan.
b. Penyaluran
Dana
-
Perkreditan mudharabah
Perjanjian
antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang keuntungannya
dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka
pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan
materiil dan kehilangan imbalan kerja.
-
Perkreditan musyarakah
Perjanjian
antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah
usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama
sesuai kesepakatan awal.
-
Perkreditan bai bitsaman ajil
Proses jual
beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu pembelian suatu
barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan
keuntungan yang disepakati bersama.
- Perkreditan murabahah
Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan perkreditan
untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan
dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus
margin keuntungan saat jatuh tempo).
-
Perkreditan qardhul hasan
Perjanjian
antara bank dan nasabah yang layak menerima perkreditan kebajikan, dimana
nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan
ZIS.
- Perkreditan Istishna’
Perkreditan
dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang kebutuhan nasabah
sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah
dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu
serta mekanisme pembayaran/pengembalian
disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah.
- Perkreditan Al-Hiwalah
Penggambil
alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh BPRS,
dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya
digunakan untuk melunasi hutangnya. Perkreditan ini menggunakan prinsip
pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee
dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan, BPR Syariah harus berdasarkan prinsip
syariah Islam dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sebagaimana digariskan
dalam Al-Qur’an dan hadits. Dalam penerapannya, produk perbankan syariah
dirumuskan dan memperoleh persetujuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai
lembaga yang ditetapkan pemerintah untuk merekomendasikan produk perbankan
syariah telah sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam menjalankan kegiatan
usahanya, bank syariah khususnya BPRS masih memerlukan penyempurnaan, terutama
dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip syariah secara utuh.
Hal
ini dirasakan seperti dalam penerapan produk piutang murabahah, dimana
perjanjian antara bank dengan nasabah terkait dengan perjanjian jual beli atas
sesuatu barang untuk nasabah. Pihak bank telah mempelajari dengan seksama
pengajuan permintaan kebutuhan barang untuk mendukung kegiatan nasabah,
menyetujui permintaan nasabah untuk membeli barang dan menjual kepada nasabah dengan
harga sesuai dengan harga pokok penjualan ditambah margim keuntungan yang
diminta pihak bank.
Dalam pelaksanaannya, BPRS
mengalami kesulitan dalam memenuhi ketentuan fatwa DSN ketika dalam transaksi
piutang murabahah pihak bank masih memberikan uang bukan barang, lalu
mempercayakan kepada nasabah untuk membeli barang yang dikehendaki sesuai jenis
dan spesifikasi yang telah disepakati.
Hal
ini masih terkesan bahwa BPRS memberikan pinjaman uang dan bukan membelikan
barang. Kesulitan teknis pada transaksi pembelian barang sesuai kebutuhan
nasabah yang melibatkan pihak ketiga/supplier diharapkan dapat diminimalisir
dengan terjalinnya kerjasama dengan pihak ketiga/supplier sebagai mitra usaha BPRS
dalam menyediakan barang-barang kebutuhan nasabah. Namun, kendala dan
permasalahan tersebut diharapkan dapat teratasi manakala ada komitmen yang kuat
dari stakeholders pengurus bank untuk secara konsisten dan istiqamah
menjalankan kegiatan usaha dan perjanjian sesuai syariah Islam dan sesuai fatwa
DSN.
Pelaksanaan kegiatan usaha
BPRS secara kaffah sesuai syariah Islam mutlak dilakukan, karena justru dengan
demikian kepercayaan masyarakat kepada perbankan syariah akan semakin meningkat,
bukan sebaliknya. Menganggap
pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah sama dengan kegiatan usaha bank
konvensional.
Sangat tepat jika cetak
biru perkembangan perbankan syariah yang disiapkan oleh biro Perbankan Syariah
Bank Indonesia telah menggariskan kebijakan stategis dan objektif sampai tahun
2004, yakni mendorong perbankan syariah untuk mematuhi dan melaksanakan
kegiatan operasional sesuai syariah secara konsisten.
Dalam presefktif syariah,
jika kegiatan usaha perbankan syariah dilaksanakan semata-mata sesuai ketentuan
syariah, maka diharapkan usaha tersebut akan memperoleh ridho dari Allah SWT
dan memberikan kemaslahatan bagi seluluh umat.
Daftar Pustaka
http://yunie160691.blogspot.com/2010/05/bank-pembiayaan-rakyat-syariah-bprs.html