Pembahasan
1. Pengertian Organisasi Non Profit
Menurut Wikipedia Indonesia Organisasi nirlaba atau organisasi non
profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu
atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak
komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba
(moneter).
Organisasi non profit adalah organisasi yang tidak mencari keuntungan,
dimiliki secara kolektif, kas berasal dari donator. Contoh: PMI, rumah sakit,
sekolah negeri, museum, organisasi di bidang keagamaan dll.
Organisasi nirlaba adalah lembaga kemasyarakatan dari pemberi jasa
tertentu sampai memperjuangkan isu tunggal tanpa memperhitungkan imbalan laba.
Prinsip kerjanya membangun jejaring kerjasama antarsesama. Organisasi nirlaba
bersifat non-pemerintah dan non-bisnis dan menempatkan diri jadi kelompok
madani. Dalam menjalankan program-programnya, organisasi nirlaba memperoleh sumbangan
dari luar dan dalam negeri. Organisasi semcam ini pada dasarnya merupakan
artikulator aspirasi serta membangun keberdayaan masyarakat dari bawah.
2. Contoh Social Marketing dan Organisasi Non
Profit
Almarhum Kyai Basid, dari Pondok Pesantren Annuqyah, Guluk-guluk, Sumenep,
Madura mengajak santri menanam hutan untuk membangun mata air menjadi sungai
bagi air wudhu demi kesempurnaan shalat lima waktu sehari
Gerakan Seribu (GEBU) Minang mengajak perantau kirim wesl-pos ke kampung untuk
modal membentuk Bank Perkreditan Rakyat di Nagari sebagai mikro kredit unit
bank memberantas kemiskinan di kecamat
an
daerah asal perantau.
Contoh
dari organisasi profit yaitu bank, perusahaan-perusahaan swasta yang bertujuan
mencari laba dari hasil usahanya. Sedangkan organisasi nonprofit contohnya
yaitu gereja, mesjid, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik
publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang- undangan,
organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut
riset, museum dan beberapa para petugas pemerintah (Gortner et al, 1987).
3. Perbedaan mendasar antara “pemasaran
komersil” dan “pemasaran sosial”,
Menurut Andreason, adalah pada prinsip “4 P” yang dikenal sebagai
marketing mix. Di dunia bisnis “4P”, adalah promotion (promosi), price (harga),
product (produk) dan place (tempat). Dalam pemasaran sosial ada dua hal lain
yang membuat berbeda, yaitu adanya partnership (kemitraan) dan policy
(kebijakan). Pada prinsipnya, praktik pemasaran sosial tak ada artinya apabila
kemitraan tidak dijadikan tujuan organisasi. Demikian pula tak ada artinya
upaya mengubah perilaku melalui pemasaran sosial apabila tidak diikuti atau
dilanjutkan dengan upaya mendorong tersusunnya sebuah kebijakan. Yang jelas
penerapan social marketing,
tujuannya
bukan semata-mata fund raising (memperoleh dana) karena dalam kenyataan social marketing juga berarti
menyampaikan gagasan secara efisien dan tepat.
Perbedaan
organisasi nirlaba dengan organisasi laba
Organisasi
nirlaba:
-kepemilikan
tidak jelas (anggota, klien, atau donatur)
-membutuhkannya
sebagai sumber pendanaan
-tanggung
jawab/jabatannya tidak jelas
Organisasi
laba:
-kepemilikan
jelas
-telah
memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya
-tanggung
jawab/jabatanya jelas.
Banyak
hal yang membedakan antara organisasi nonprofit dengan organisasi profit
(laba). Dimana nonprofit yaitu:
1)
Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa
sesungguhnya pemilik organisasi nonprofit, apakah anggota, klien atau donator.
2)
Dalam hal donatur, organisasi nonprofit
membutuhkan suatu sumber pendanaan.
3)
Penyebaran tanggung jawab, pada organisasi
nonprofit belum jelas siapa yang menjadi dewan komisaris, yang kemudian memilih
seorang Direktur Pelaksana.
Sedangakan
organisasi profit yaitu:
1)
Pada organisasi profit, pemilik jelas
memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya.
2)
Organisasi profit atau laba yang telah
memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya.
3)
Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada
organisasi profit atau laba telah jelas siapa yang menjadi dewan komisaris,
yang kemudian memilih seorang direktur pelaksana (Nawawi, 1997).
Tentu saja ada perbedaan dasar dalam fungsi pemasaran pada perusahaan
(berorientasi laba) dan organisasi nirlaba. Perbedaan nyata terletak pada
sumber dana dan dampaknya terhadap organisasi. Perusahaan memperoleh modal
pertamanya dari investor atau pemodal. Jika perusahaan telah berjalan, dana
operasional perusahaan terutama diperoleh dari hasil penjualan produk atau jasa
yang dihasilkan oleh perusahaan itu.Dalam hal ini perusahaan hanya menghadapi satu
unsur pokok yaitu konsumen.
Jika
produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan dapat memuaskan konsumennya. maka
transaksi akan terjadi dan perusahaan mempunyai dana untuk melanjutkan
aktivitasnya. Sebaliknya, organisasi nirlaba mempero1eh anggaran dari donor atau lembaga induk. Dengan anggaran
yang diperolehnya itu, organisasi menghasilkan produk atau jasa yang kemudian
ditawarkan kepada konsumennya. Berbeda dengan perusahaan, apabila produk dan
jasa yang dihasilkau oleh organisasi nirlaba itu ternyata tidak sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen, pihak donor masih mungkin akan memberi dana
lagi, apabila kalau ada pihak donor masih menganggap organisasi itu baik.
Sebaliknya mungkin juga terjadi, meskipun produk dan jasa yang dihasilkan
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. belum tentu menjamin bahwa
anggaran dari donor untuk organisasi nirlaba itu akan ditingkatkan.
Konsekuensi dari perbedaan ini adalah bahwa ukuran keberhasilan
perusahaan dan organisasi nirlaba berbeda. Perusahan yang pada dasarnya
berorientasi terhadap laba, dianggap sukses jika berhasil meraup untung yang
besar. Pada organisasi nirlaba, meskipun berhasil memperoleh dana yang lebih
besar dari donor, mungkin saja gagal dalam memanfatkan sumber daya itu secara
efektif dan efesien bagi pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh
karena itu, kemampuan organisasi nirlaba dalam memperoleh sumberdaya tidak dapat dijadikan ukuran
keberhasilan organisasi. Keberhasilan organisasi nirlaba dengan demikian, harus
diukur dari sejauh mana produk dan jasa yang dihasilkan organisasi telah
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Wirawan, 1994: 24, juga Kotler dan
Andreasen, 1995: 42 ff).
4.
Ciri-Ciri
Organisasi Nirlaba
1)
Sumber daya entitas berasal dari para
penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi
yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2)
Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa
bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka
jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas
tersebut.
3)
Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada
organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak
dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak
mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau
pembubaran entitas.
5. Prinsip-prinsip Organisasi Nirlaba
Organisasi nirlaba pun, perlu menjalankan
prinsip marketing. Berikut ini, sembilan prinsipnya – tertinspirasi dari
pandangan Hermawan Kartajaya.
Prinsip
(1) Segmentation : view your market creatively.
Segmentasi adalah view your market creatively,
artinya organisasi nirlaba harus melihat “pasar”nya secara kreatif, jangan
hanya menjadi follower. Siapa sesungguhnya pasar organisasi
nirlaba? Pasar organisasi nirlaba secara garis besar adalah konstituennya,
salah satunya adalah pihak-pihak donor.
Prinsip (2)
Targetting: allocate your resources effectively.
Alokasikan sumberdaya yang ada pada “target pasar” donor yang sesuai
dengan karakteristik lembaga. Jangan mati-matian menyasar donor yang kurang pas
dengan karakteristik organisasi. Luangkan waktu dan penyasaran sumberdaya seefektif mungkin, karena sumberdaya kita
terbatas (waktu, tenaga, atau pikiran). Sesuaikan, organisasi Anda paling pas
menyasar pasar donor yang mana. Pusatkanlah perhatian Anda ke sana, agar tidak
perlu ada sumberdaya yang tersia-sia. Jangan ibarat Rambo yang mengobral banyak
peluru, tetapi jadilah sniper yang fokus dan hanya menyasar peluru pada sasaran
yang jelas, memilih sasaran target pasar utama. Pilih sasaran dengan
possibility yang besar untuk menerima proposal Anda.
Prinsip (3)
Positioning: lead your customer credibly.
Bahwa organisasi nirlaba harus
sanggup meyakinkan stake holder. Ini terkait pada positioning apa yang dipilih
sebuah organisasi nirlaba. Ia harus mampu menunjukkan positioning-nya.
Pimpinlah konstituen/stake holder sampai mereka percaya pada organisasi Anda. Untuk unggul, organisasi nirlaba tidak perlu
sama dengan lainnya. Justru ia harus mampu menunjukkan keunikannya, pada hal
yang sudah menjadi pilihan positioning-nya sampai hal ini merasuki benak
stakeholder. Siapapun stakeholder/konstituen organisasi nirlaba itu, tunjukkan
bahwa organisasi Anda punya positioning berbeda dibanding yang lain.
Prinsip (4)
Differentiation: integrate your content and context.
Content, adalah apa yang menjadi isi (aktivitas) organisasi; sedangkan
context adalah bungkusnya. Content adalah about what to offer, program apa yang
ditawarkan sebuah organisasi nirlaba;
sedangkan context, how to offer, bagaimana cara menyampaikan isi kepada
khalayak. Tak ada organisasi nirlaba yang bermaksud jelak. Semua mengusung
nilai-nilai luhur untuk kebaikan, tapi hanya karena salah menyampaikan,
buruknya cara mengkomunikasikan gagasan, memberi kesan sangar, arogan,
emosional, maka maksud baik tadi akan gagal memperoleh dukungan konkret. Malah,
cenderung dihindari orang. Orang menjadi enggan berhubungan dengan organisasi
yang cara berkomunikasinya buruk.
Prinsip (5)
Marketing Mixed: integrate
your offer and access.
Marketing mix meliputi 4P, product, price, place and promotion. Produk
pada organisasi nirlaba, adalah program dan layanannya pada
stakeholder/konstituen. Produk ini harus konkret. Jika sebuah organisasi
nirlaba menyatakan, ia menempatkan diri pada posisi tertentu, ini belum
konkret. Tetapi kalau ia mampu mengkomunikasikan kemampuannya (programnya), dan
berapa dana yang diperlukan untuk mewujudkan itu, dan apa indikator
keberhasilannya (apa yang mau diraih), itu baru konkret. Gabungan antara
product dan price disebut “offer” (apa yang ditawarkan organisasi nrilaba
kepada konstituen/stakeholder). Ia harus menawarkan diri dalam arti apa service
yang dimilkikinya dan untuk itu ia harus menatapkan berapa dana dibutuhkan
(price).
Prinsip (6) Selling: build
long-term relationship with your customer.
Lakukanlah hubungan jangka panjang dengan customer atau konstituen
organisasi anda. Prinsip ini, how to sell. Orang kerap menyamakan selling
dengan marketing. Padahal, selling adalah bagaimana mengintegrasikan antara
organisasi anda, pelanggan (konstituen) dan hubungan yang terbangun tersebut.
Kalau mau menjual organisasi nirlaba, bangun dulu relationship antara Anda dan
customer (konstituen), integrasikanlah lebih dulu baru melakukan penawaran.
Jangan lakukan hard selling! Gaya “tembak langsung“ biasanya gagal. Menjual
barang di supermarket, memang bisa dengan hard selling, mencantumkan harga dan
membiarkan orang datang mengambil barang. Berbeda dengan menjual organisasi
nirlaba. Organisasi nirlaba memerlukan soft selling, Mantapkanlah interaksi
anda dengan market Anda, sehingga dari interaksi itu muncul kesempatan
melakukan penjualan. Kalau segmentation, targeting dan positioning termasuk
strategi marketing, selling, termasuk taktik (selain differentiation dan
marketing mix).
Prinsip (7) Brand: Avoid the Commodity-Like Trap.
Branding, adalah langkah
menghindarkan organisasi nirlaba yang Anda kelola dari pencitraan seperti
kebanyakan organisasi nirlaba. Untuk itu, mulailah mengatur langkah untuk
dikenal, khususnya di tengah sasaran utama Anda. Setelah dikenal, upayakan
orang mengasosiasikan organisasi Anda sebagaimana yang Anda maksudkan. Jangan
sampai stakeholder/konstituen keliru
mempersepsikan organisasi Anda. Segenap
aktivitas membangun brand, lakukan sekomunikatif mungkin, hindari cara-cara
yang menyulitkan orang memahami organisasi Anda. Jika organisasi Anda belum
seberapa dikenal, salah satu taktiknya, Anda bisa melakukan co-branding,
bergandengan dengan organisasi yang lebih kuat dalam sejumlah event secara
intensif.
Prinsip (8).
Service: make service as your way of life.
Jadikan servis sebagai way of life setiap aktivitas organisasi nirlaba.
Servis, bukan layanan biasa, ia ada tiga tingkat: intelektual, emosional, dan
spiritual. Servis intelektual, bagaimana Anda belajar memberi servis yang baik,
bisa mengacu pada service quality (ServQual). Bagi sebuah organisasi, aktivisnya
hadir sebagai pribadi yang bisa diandalkan (reliable); buatlah orang yang Anda
layani merasa diprioritaskan; yakinkan stakeholder, mereka dilayani
sebaik-baiknya. Buatlah sedemikian rupa, sehingga apapun yang dilakukan
organisasi Anda, itu dilakukan karena organisasi faham benar pekerjaannya.
Jangan lupa, setiap personal organisasi menjalankan prinsip terakhir servis:
selalu tampil rapi sebagai sesuatu yang kasat mata/tangible.
Prinsip (9).
Process: improve your quality, cost, and delivery.
Proses, tak lebih dari QCD – quality, cost, delivery. Selalulah berpikir
memberi layanan berkualitas, hemat biaya, dan tepat waktu. Proses yang wajib
dijalani: Pertama, delivery order regular, apa yang dikerjakan sebuah
organisasi nirlaba, lakukan dengan benar, dengan kualitas layanan terbaik,
efisien dan on time sehingga orang akan percaya pada organisasi Anda.
Kedua, memproses customer complaint atau
customer handling sebaik-baiknya. Kritik, saran, permintaan informasi, layani
dengan baik, tempatkan personil yang benar-benar sesuai untuk tugas ini.
Ketiga, selalu memproses hal baru, ragam layanan baru, inovatif, kreatif. Saat
berinovasi, tetap dalam koridor kesadaran akan kualitas, efisiensi dan
delivery. Jangan selalu menjadi mengekor, siagalah untuk selalu menjadi pioner,
sehingga Anda akan selalu diingat stakeholder.
6. Social Marketing (Pemasaran Sosial)
Di dunia bisnis, marketing diartikan sebagai “kegiatan bisnis-fenomena perdagangan
“. Sedangkan, pemasaran sosial atau social marketing adalah aplikasi dari
teknik pemasaran bisnis ke dalam analisis, perencanaan, eksekusi, dan evaluasi program-program
organisasi nirlaba yang telah didisain berdasarkan target individual dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan personal, serta memenuhi kebutuhan manusia
secara sensitif dan memuaskan. Pada dasarnya social marketing adalah strategi
“menjual” gagasan untuk mengubah pemikiran, sikap dan perilaku masyarakat.
Berdasarkan pengalaman, penerapan strategi pemasaran dalam dunia sosial
terbukti dapat memberdayakan organisasi dalam memperoleh dukungan untuk
melanjutkan hidupnya, antara lain dalam memperoleh sumber dana potensial yang
berasal dari masyarakat secara luas
(fund
raising).
7. Pemasaran sosial di mata dunia bisnis
Ada semacam benang penghubung antara dunia bisnis dan sosial yang terkadang
luput dari perhatian kita. Ketika bicara bisnis, para pebisnis kerap kali lupa bahwa
mereka juga harus membawa nilai-nilai sosial. Sebaliknya, pelaku di dunia sosial
seringkali lupa untuk bersikap profesional sehingga tak hanya dapat dipercaya pemberi
dana atau penyumbang, melainkan juga bekerja secara efisien dan bagus. Menarik
disimak bagaimana posisi social marketing dan cara pandang praktisi bisnis dan
marketing bisnis. Hermawan Kertajaya memaparkan bahwa pemasaran sosial termasuk
dalam salah satu pilihan bagi pebisnis atau perusahaan untuk
berbuat
baik. Di dunia bisnis kini perusahaan dinilai “besar” oleh capital market dan publik apabila melakukan kebaikan demi
kemanusiaan.” Sebagaimana dituangkan Kotler bersama rekannya Nancy Lee dalam
bukunya “Corporate Social Responsibilty”, dengan istilah “Doing Great by Doing
Good”.
Kini di berbagai belahan dunia, perusahaan-perusahaan besar seolah
berlomba melaksanakan Corporate Social Responsibilty (CSR). Yaitu, semacam program
kegiatan yang sifatnya sukarela dan bukan bertujuan komersil dengan menyisihkan
sejumlah dana untuk kemanusiaan dan kemasyarakatan. Ini ada berkaitan erat
dengan kebijakan pajak di negara barat. Ada semacam kebijakan pajak kepada
perusahaan apabila menyisihkan dana untuk kegiatan sosial kemasyarakat berupa
potongan pajak. Melalui kebijakan ini, perusahaan memperoleh insentif pajak sekaligus
memperoleh keuntungan lain berupa penilaian positif dari pasar dan juga
publik.
8. Pentingnya social marketing
Mengapa organisasi nirlaba perlu menggunakan strategi social marketing?
Menurut, Hermawan, sebenarnya sektor bisnis dan sosial tak boleh
dipisahkan. Meskipun pada kenyataannya organisasi nirlaba berbeda dari lembaga
bisnis atau perusahaan dalam hal tujuan dan pelaksanaan program. Namun,
perusahaan dan pebisnis harus selalu ingat social values, sedangkan organisasi
nirlaba dan para aktivisnya harus memiliki kinerja dan sikap profesional dalam
menjalankan programprogramnya. Prof. Dr. Emil Salim berpendapat, organisasi
nirlaba dapat menggunakan strategi social marketing untuk mempengaruhi kelompok
sasaran agar secara sukarela menerima, menolak, menanggalkan atau mengubah
suatu sikap dan
perilaku
bagi kemajuan individu, kelompok dan keseluruhan masyarakat. Praktik social
marketing paling mendasar adalah dengan mengaitkan nilai inti (core value) organisasi
nirlaba dengan perubahan perilaku masyarakat yang diperlukan. Tentu saja social marketing berperan penting
karena dapat menganalisa perilaku berdasarkan nilai-nilai yang berlaku, memilih
kelompok sasaran dan perilaku yang perlu diubah serta “menjual” gagasan
perubahan.
Penerapan
social marketing menurut narasumber dari bidang sosiologi, Dr. Linda D.
Ibrahim, memungkinkan organisasi melakukan analisa, perencanaan, dan pengawasan
terhadap implementasi program. Sedangkan Menurut Effendi Ghazali, Ph.D,
pemasaran sosial juga menjadi penting karena berperan dalam memelihara kredibilitas
organisasi nirlaba di mata masyarakat, di mata pemerintah dan donor.
dari mana saja sumber bukunya?
BalasHapusTolong berikan tambahan indikator promosi dalam sebuah perusahaan/lembaga nirlaba dong....
BalasHapus